Selasa, 16 Februari 2016

Makkah Al-Mukarramah مكة المكرمة

Searah jarum jam dari kiri atas: Menara, Ka'bah, Pemandangan kota Mekkah, Abraj Al Bait, dan MinaMekkah atau Makkah al-Mukarramah (bahasa Arab: مكة المكرمة) merupakan sebuah kota utama di Arab Saudi. Kota ini menjadi tujuan utama kaum muslimin dalam menunaikan ibadah haji, Di kota ini terdapat sebuah bangunan utama yang bernama Masjidil Haram dengan Ka'bah di dalamnya. Bangunan Ka'bah ini dijadikan patokan arah kiblat untuk ibadah salat umat Islam di seluruh dunia. Kota ini merupakan kota suci umat Islam dan tempat lahirnya Nabi Muhammad SAW.

Dalam Al-Qur'an, kota ini disebut juga dengan 11 nama yang berbeda.

 

Geografi

Mekkah berlokasi di Arab SaudiKota Mekkah terletak sekitar 600 km sebelah selatan kota Madinah, kurang lebih 200 km sebelah timur laut kota Jeddah. Kota ini merupakan lembah sempit yang dikelilingi gunung-gunung dengan bangunan ka'bah sebagai pusatnya. Dengan demikian, pada masa dahulu kota ini rawan banjir bila di musim hujan sebelum akhirnya pemerintah Arab Saudi memperbaiki kota ini dan merenovasi kota ini. Seperti pada umumnya kota kota di wilayah Arab Saudi, kota ini beriklim gurun. 
 

Sejarah

Pemandangan Kota Mekkah dari Jabal Nur.
 
Perkembangan kota Mekkah tidak terlepas dari keberadaan Nabi Ismail dan Hajar sebagai penduduk pertama kota ini yang ditempatkan oleh Nabi Ibrahim atas perintah Allah. Pada perkembangannya muncul orang orang Jurhum yang akhirnya tinggal di sana. Pada masa berikutnya kota ini dipimpin oleh Quraisy yang merupakan kabilah atau suku yang utama di Jazirah Arab karena memiliki hak pemeliharaan terhadap Ka'bah. Suku ini terkenal dalam bidang perdagangan bahkan pada masa itu aktivitas dagang mereka dikenal hingga Damaskus, Palestina dan Afrika. Tokoh sebagai kepala kabilah Quraisy adalah Qussai yang dilanjutkan oleh Abdul Muthalib.

Pada tahun 571, Nabi Muhammad keturunan langsung dari Nabi Ismail serta Qussai, lahir di kota ini dan tumbuh dewasa. Pertama kali menerima wahyu dari Allah namun ajarannya ditolak kaumnya yang saat itu masih berada dalam kegelapan pemikiran (Jahilliyah) sehingga berpindah ke Madinah. Setelah Madinah berkembang, akhirnya nabi Muhammad kembali ke Mekkah dalam misi membebaskan kota Mekkah tanpa pertumpahan darah yang dikenal dengan (Fathul Makkah).
Pada masa selanjutnya Mekkah berada di bawah administrasi Khulafaur Rasyidin yang berpusat di Madinah, serta para Khalifah yang saat itu berkuasa di Damaskus (Dinasti Ummayyah), Bagdad (Dinasti Abbasiyah) dan Turki (Usmaniyah). Kemudian setelah hancurnya sistem kekhalifahan, kota ini disatukan di bawah pemerintahan Arab Saudi oleh Abdul Aziz bin Saud yang kemudian menjadi pelayan bagi kedua kota suci Islam, Mekkah dan Madinah.

Pemerintahan

Sistem administrasi pemerintahan Kota Mekkah, dipimpin oleh seorang walikota (disebut Amir) yang ditunjuk oleh Pemerintah Arab Saudi dan dibantu oleh majlis dewan kota yang dipilih oleh masyarakat setempat sebanyak empat belas orang. Kota Mekkah juga merupakan ibukota dari Provinsi Mekkah, di mana sejak tanggal 16 Mei 2007, yang diangkat menjadi Gubernur provinsi tersebut adalah Pangeran Khalid Al Faisal.

Ekonomi

Kota Mekkah dikenal sebagai kota dagang, pada masa lalu dikenal dengan jalur perdagangan antara Yaman-Mekkah-Madinah-Damsyiq (Damaskus) dengan penghasilan sekali pemberangkatan kafilah mencapai 600.000 pound. Selain dikenal kota dagang, ekonomi juga bertumpu dengan pertanian dan peternakan serta pelayanan jasa untuk jemaah haji di antaranya usaha perhotelan dan penginapan.

Pendidikan

Sebagai pusat agama Islam selain Madinah, kota ini memiliki pusat pusat pendidikan dan pengajaran agama Islam. Pendidikan formal telah mulai dikembangkan sejak akhir periode Utsmani perlahan terus sampai kemudian pada tahun 1912, Muhammad Ali Zaynal ʿ Ridha, seorang pedagang dari Jeddah, mendirikan Madrasah al-Falah di Mekkah dengan biaya waktu itu £ 400.000.
Sampai pada tahun 2005, di Mekkah terdapat 532 sekolah umum atau swasta untuk pria dan 681 sekolah umum atau swasta untuk siswa perempuan.
Sedangkan perguruan tinggi pertama kali didirikan di kota ini adalah sekitar tahun 1949, dengan nama Kulliyyat al-Shar'ía, yang kemudian menjadi Fakultas Shar'iah dari Universitas King Abdul Aziz yang berada di Jeddah.

Kesehatan

Sebagai kota suci umat Islam dan tempat menunaikan ibadah haji, kota Mekkah setiap tahunnya menerima kunjungan dari umat islam dari berbagai negara, tentunya fasilitas kesehatan merupakan fasilitas pendukung utama yang menjadi perhatian khusus bagi pemerintah Arab Saudi.

Masjidil Haram

Rambu Petunjuk "Non-Muslim Bypass:" Non-Muslim tidak diizinkan memasuki kota Mekkah.
 
Masjidil Haram, kadangkala disebut juga dengan Masjid al-Haram ataupun Al-Masjid al-Ḥarām (Arab : المسجد الحرام), merupakan masjid yang terletak di Kota Makkah Al Mukharamah, yang dibangun mengelilingi Ka'bah, yang menjadi arah kiblat umat Islam dalam mengerjakan ibadah salat. Selain itu di masjid inilah salah satu rukun ibadah haji yang wajib dilakukan umat Islam yaitu tawaf, mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali.
Sebagai kota suci umat Islam, berdasarkan hukum yang berlaku di Arab Saudi, bagi Non-Muslim tidak diijinkan memasuki kota Mekkah ini.

Ka'bah

Ka'bah (Arab: الكعبة) merupakan sebuah bangunan yang mendekati bentuk kubus yang terletak di tengah Masjidil Haram di Kota Mekkah. Bangunan ini adalah monumen suci bagi umat Islam. Dan bangunan ini yang menjadi patokan arah kiblat untuk ibadah salat, bagi umat Islam di seluruh dunia.

Air Zamzam

Zamzam (Arab: زمزم) merupakan nama air yang diperoleh dari sebuah sumur mata air bawah tanah yang terletak dalam kawasan Masjidil Haram, sebelah tenggara Ka'bah, dengan kedalaman sekitar 42 meter. Air zamzam ini merupakan sumber air bersih utama bagi kota Mekkah. Selain dikonsumsi untuk air minum, air ini juga digunakan sebagai air wuduk bagi jamaah yang akan melakukan ibadah salat di Masjidil Haram.

Jamaah berwuduk dari air zamzam.

Kota-kota dalam Ibadah Haji

Pintu masuk Masjidil Haram dan Hotel Dar Al Tawheed.
 
Selain Mekkah, kota atau daerah yang digunakan dalam peribadatan haji yakni Mina, Muzdalifah dan Arafah, kemudian terdapa kota atau daerah yang digunakan para jemaah haji untuk memulai prosesinya antara lain Bir Ali atau Dzulkulaifah yang berada di luar kota Madinah sebagai patokan jamaah yang berasal dari Madinah, serta Qarnul Manazil atau Yalamlam bagi jemaah haji yang masuk dari arah Yaman.

Sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Mekkah

Lihat Juga :
Like dan Bagikan !

Tinggalkan Komentar dan Beri G+1 Jika Artikel Ini bermanfaat !

Senin, 08 Februari 2016

Ali bin Abi Thalib

‘Alī bin Abī Thālib (: علي بن أﺑﻲ طالب, Persia: علی پسر ابو طالب) (lahir sekitar 13 Rajab 23 Pra Hijriah/599 Masehi – wafat 21 Ramadan 40 Hijriah/661 Masehi), adalah salah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari Nabi MuhammadS.A.W. Ali adalah sepupu dan sekaligus menanntu Nabi MuhammadS.A.W, setelah menikah dengan Fatimah az-Zahra. Ia pernah menjabat sebagai salah seorang khalifah pada tahun 656 sampai 661.

Menurut Islam Sunni, ia adalah Khalifah terakhir dari Khulafaur Rasyidin. Sedangkan Syi'ah berpendapat bahwa ia adalah Imam sekaligus Khalifah pertama yang dipilih oleh Rasulullah Muhammad S.A.W.

Perbedaan pandangan mengenai pribadi Ali bin Abi Thalib

Ahlussunnah

Ahlussunnah memandang Ali bin Abi Thalib sebagai salah seorang sahabat nabi yang terpandang. Hubungan kekerabatan Ali dan rasulullah sangat dekat sehingga ia merupakan seorang ahlul bait dari Nabi Muhammad S.A.W. Ahlussunnah juga mengakui Ali bin Abi Thalib sebagai salah seorang Khulafaur rasyidin (khalifah yang mendapat petunjuk).

Sunni menambahkan nama Ali dibelakang dengan Radhiyallahu Anhu (RA) atau semoga Allah ridha padanya. Tambahan ini sama sebagaimana yang juga diberikan kepada sahabat nabi yang lain.

Syi'ah

Syi'ah berpendapat bahwa Ali adalah khalifah yang berhak menggantikan Nabi MuhammadS.A.W, dan sudah ditunjuk oleh dia atas perintah Allah di Ghadir Khum. Syi'ah meninggikan kedudukan Ali atas sahabat nabi yang lain, seperti Abu Bakar dan Umar bin Khattab.

Syi'ah selalu menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Alayhi Salam (AS) atau semoga Allah melimpahkan keselamatan dan kesejahteraan.

Sufi

Sufi menambahkan nama Ali bin Abi Thalib dengan Karramallahu Wajhah (KW) atau semoga Allah me-mulia-kan wajahnya. Doa kaum Sufi ini sangat unik, berdasar riwayat bahwa dia tidak suka menggunakan wajahnya untuk melihat hal-hal buruk bahkan yang kurang sopan sekalipun.

Dibuktikan dalam sebagian riwayat bahwa dia tidak suka memandang ke bawah bila sedang berhubungan intim dengan istri. Sedangkan riwayat-riwayat lain menyebutkan dalam banyak pertempuran (duel-tanding), bila pakaian musuh terbuka bagian bawah terkena sobekan pedang dia, maka Ali enggan meneruskan duel hingga musuhnya lebih dulu memperbaiki pakaiannya.
Ali bin Abi Thalib dianggap oleh kaum Sufi sebagai Imam dalam ilmu al-hikmah (divine wisdom) dan futuwwah (spiritual warriorship). Dari dia bermunculan cabang-cabang tarekat (thoriqoh) atau spiritual-brotherhood. Hampir seluruh pendiri tarekat Sufi, adalah keturunan dia sesuai dengan catatan nasab yang resmi mereka miliki. Seperti pada tarekat Qadiriyah dengan pendirinya Syekh Abdul Qadir Jaelani, yang merupakan keturunan langsung dari Ali melalui anaknya Hasan bin Ali seperti yang tercantum dalam kitab manaqib Syekh Abdul Qadir Jilani (karya Syekh Ja'far Barzanji) dan banyak kitab-kitab lainnya.

Riwayat Hidup

Kelahiran & Kehidupan Keluarga

Kelahiran

Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Menurut sejarawan, Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Nabi Muhammad S.A.W, sekitar tahun 599 Masehi atau 600 (perkiraan). Muslim Syi'ah percaya bahwa Ali dilahirkan di dalam Ka'bah. Usia Ali terhadap Nabi Muhammad S.A.W masih diperselisihkan hingga kini, sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun, ada yang berbeda 27 tahun, ada yang 30 tahun bahkan 32 tahun.

Dia bernama asli Haydar bin Abu Thalib, bapaknya Haydar adalah salah seorang paman dari Nabi Muhammad S.A.W. Haydar yang berarti Singa adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani di antara kalangan Quraisy Mekkah.
Setelah mengetahui sepupu yang baru lahir diberi nama Haydar, Nabi Muhammad S.A.W memanggil dengan Ali yang berarti Tinggi (derajat di sisi Allah).

Kehidupan Awal

Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, di mana Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu.

Kelahiran Ali bin Abi Thalib banyak memberi hiburan bagi Nabi Muhammad S.A.W karena dia tidak punya anak laki-laki. Uzur dan faqir nya keluarga Abu Thalib memberi kesempatan bagi Nabi Muhammad S.A.W bersama istri dia Khadijah untuk mengasuh Ali dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh nabi sejak dia kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan Nabi MuhammadS.A.W.

Dalam biografi asing (Barat), hubungan Ali bin Abi Thalib kepada Nabi Muhammad S.A.W dilukiskan seperti Yohanes Pembaptis (Nabi Yahya) kepada Yesus (Nabi Isa). Dalam riwayat-riwayat Syi'ah dan sebagian riwayat Sunni, hubungan tersebut dilukiskan seperti Nabi Harun kepada Nabi Musa.

Masa Remaja

Ketika Nabi Muhammad S.A.W menerima wahyu, riwayat-riwayat lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang mempercayai wahyu tersebut atau orang ke 2 yang percaya setelah Khadijah istri nabi sendiri. Pada titik ini Ali berusia sekitar 10 tahun.

Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung dari Nabi Muhammad S.A.W karena sebagai anak asuh, berkesempatan selalu dekat dengan nabi hal ini berkelanjutan hingga dia menjadi menantu nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah ruhani (spirituality dalam bahasa Inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah 'Ihsan') atau yang kemudian dikenal dengan istilah Tasawuf yang diajarkan nabi khusus kepada dia tapi tidak kepada Murid-murid atau Sahabat-sahabat yang lain.

Karena bila ilmu Syari'ah atau hukum-hukum agama Islam baik yang mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima nabi harus disampaikan dan diajarkan kepada umatnya, sementara masalah ruhani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan kapasitas masing-masing.

Didikan langsung dari nabi kepada Ali dalam semua aspek ilmu Islam baik aspek zhahir (exterior) atau syariah dan bathin (interior) atau tasawuf menggembleng Ali menjadi seorang pemuda yang sangat cerdas, berani dan bijak.

Kehidupan di Mekkah sampai Hijrah ke Madinah

Ali bersedia tidur di kamar nabi untuk mengelabui orang-orang Quraisy yang akan menggagalkan hijrah nabi. Dia tidur menampakkan kesan nabi yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalanan oleh Nabi Muhammad S.A.Wyang telah meloloskan diri ke Madinah bersama Abu Bakar.

Kehidupan di Madinah

Perkawinan

Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan nabi dengan putri kesayangannya Fatimah az-Zahra. Nabi menimbang Ali yang paling tepat dalam banyak hal seperti Nasab keluarga yang se-rumpun (Bani Hasyim), yang paling dulu mempercayai kenabian Nabi Muhammad S.A.W (setelah Khadijah), yang selalu belajar di bawah nabi dan banyak hal lain.

Julukan

Ketika Muhammad mencari Ali menantunya, ternyata Ali sedang tidur. Bagian atas pakaiannya tersingkap dan debu mengotori punggungnya. Melihat itu Nabi Muhammad S.A.W pun lalu duduk dan membersihkan punggung Ali sambil berkata, "Duduklah wahai Abu Turab, duduklah." Turab yang berarti debu atau tanah dalam bahasa Arab. Julukan tersebut adalah julukan yang paling disukai oleh Ali.

Pertempuran yang diikuti pada masa nabi

Perang Badar
Beberapa saat setelah menikah, pecahlah perang Badar, perang pertama dalam sejarah Islam. Di sini Ali betul-betul menjadi pahlawan disamping Hamzah, paman Nabi MuhammadS.A.W. Banyaknya Quraisy Mekkah yang tewas di tangan Ali masih dalam perselisihan, tapi semua sepakat dia menjadi bintang lapangan dalam usia yang masih sangat muda sekitar 25 tahun.
Perang Khandaq
Perang Khandaq juga menjadi saksi nyata keberanian Ali bin Abi Thalib ketika memerangi Amar bin Abdi Wud . Dengan satu tebasan pedangnya yang bernama dzulfikar, Amar bin Abdi Wud terbelah menjadi dua bagian.
Perang Khaibar
Setelah Perjanjian Hudaibiyah yang memuat perjanjian perdamaian antara kaum Muslimin dengan Yahudi, dikemudian hari Yahudi mengkhianati perjanjian tersebut sehingga pecah perang melawan Yahudi yang bertahan di Benteng Khaibar yang sangat kokoh, biasa disebut dengan perang Khaibar. Di saat para sahabat tidak mampu membuka benteng Khaibar, Nabi Muhammad S.A.W bersabda:
"Besok, akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri, dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah akan mengaruniakan kemenangan baginya. Allah dan Rasul-Nya mencintainya dan dia mencintai Allah dan Rasul-Nya".
Maka, seluruh sahabat pun berangan-angan untuk mendapatkan kemuliaan tersebut. Namun, temyata Ali bin Abi Thalib yang mendapat kehormatan itu serta mampu menghancurkan benteng Khaibar dan berhasil membunuh seorang prajurit musuh yang berani bernama Marhab lalu menebasnya dengan sekali pukul hingga terbelah menjadi dua bagian.
Peperangan lainnya
Hampir semua peperangan dia ikuti kecuali perang Tabuk karena mewakili Nabi Muhammad S.A.W untuk menjaga kota Madinah.

Setelah nabi wafat

Sampai disini hampir semua pihak sepakat tentang riwayat Ali bin Abi Thalib, perbedaan pendapat mulai tampak ketika Nabi Muhammad wafat. Syi'ah berpendapat sudah ada wasiat (berdasar riwayat Ghadir Khum) bahwa Ali harus menjadi Khalifah bila Nabi Muhammad S.A.W wafat. Tetapi Sunni tidak sependapat, sehingga pada saat Ali dan Fatimah masih berada dalam suasana duka orang-orang Quraisy bersepakat untuk membaiat Abu Bakar.

Menurut riwayat dari Al-Ya'qubi dalam kitab Tarikh-nya Jilid II Menyebutkan suatu peristiwa sebagai berikut. Dalam perjalan pulang ke Madinah seusai menunaikan ibadah haji ( Hijjatul-Wada'),malam hari Rasulullah S.A.W bersama rombongan tiba di suatu tempat dekat Jifrah yang dikenal denagan nama "GHADIR KHUM." Hari itu adalah hari ke-18 bulan Dzulhijah. Ia keluar dari kemahnya kemudia berkhutbah di depan jamaah sambil memegang tangan Imam Ali Bin Abi Tholib r.a.Dalam khutbahnya itu antara lain dia berkata: "Barang siapa menanggap aku ini pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya.Ya Allah, pimpinlah orang yang mengakui kepemimpinannya dan musuhilah orang yang memusuhinya"

Pengangkatan Abu Bakar sebagai Khalifah tentu tidak disetujui keluarga nabi, Ahlul Bait, dan pengikutnya. Beberapa riwayat berbeda pendapat waktu pem-bai'at-an Ali bin Abi Thalib terhadap Abu Bakar sebagai Khalifah pengganti Rasulullah. Ada yang meriwayatkan setelah nabi dimakamkan, ada yang beberapa hari setelah itu, riwayat yang terbanyak adalah Ali membai'at Abu Bakar setelah Fatimah meninggal, yaitu enam bulan setelah meninggalnya Rasulullah demi mencegah perpecahan dalam ummat.

Ada yang menyatakan bahwa Ali belum pantas untuk menyandang jabatan Khalifah karena umurnya yang masih muda, ada pula yang menyatakan bahwa kekhalifahan dan kenabian sebaiknya tidak berada di tangan Bani Hasyim.

Sebagai khalifah

Peristiwa pembunuhan terhadap Khalifah 'Utsman bin Affan mengakibatkan kegentingan di seluruh dunia Islam yang waktu itu sudah membentang sampai ke Persia dan Afrika Utara. Pemberontak yang waktu itu menguasai Madinah tidak mempunyai pilihan lain selain Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah, waktu itu Ali berusaha menolak, tetapi Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah memaksa dia, sehingga akhirnya Ali menerima bai'at mereka. Menjadikan Ali satu-satunya Khalifah yang dibai'at secara massal, karena khalifah sebelumnya dipilih melalui cara yang berbeda-beda.
Sebagai Khalifah ke-4 yang memerintah selama sekitar 5 tahun. Masa pemerintahannya mewarisi kekacauan yang terjadi saat masa pemerintah Khalifah sebelumnya, Utsman bin Affan. Untuk pertama kalinya perang saudara antara umat Muslim terjadi saat masa pemerintahannya, Pertempuran Basra. 20.000 pasukan pimpinan Ali melawan 30.000 pasukan pimpinan Zubair bin Awwam, Talhah bin Ubaidillah, dan Ummul mu'minin Aisyah binti Abu Bakar, Istri Rasulullah. Perang tersebut dimenangkan oleh pihak Ali.

Peristiwa pembunuhan Khalifah Utsman bin Affan yang menurut berbagai kalangan waktu itu kurang dapat diselesaikan karena fitnah yang sudah terlanjur meluas dan sudah diisyaratkan (akan terjadi) oleh Nabi Muhammad S.A.W ketika dia masih hidup, dan diperparah oleh hasutan-hasutan para pembangkang yang ada sejak zaman Utsman bin Affan, menyebabkan perpecahan di kalangan kaum muslim sehingga menyebabkan perang tersebut. Tidak hanya selesai di situ, konflik berkepanjangan terjadi hingga akhir pemerintahannya. Pertempuran Shiffin yang melemahkan kekhalifannya juga berawal dari masalah tersebut.

Ali bin Abi Thalib, seseorang yang memiliki kecakapan dalam bidang militer dan strategi perang, mengalami kesulitan dalam administrasi negara karena kekacauan luar biasa yang ditinggalkan pemerintahan sebelumya. Ia meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat mengimami salat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan bahwa ia dikubur di tempat lain.

Keturunan

Ali memiliki delapan istri setelah meninggalnya Fatimah az-Zahra dan memiliki keseluruhan 36 orang anak. Dua anak laki-lakinya yang terkenal, lahir dari anak Nabi Muhammad, Fatimah, adalah Hasan dan Husain.

Keturunan Ali melalui Fatimah dikenal dengan Syarif atau Sayyid, yang merupakan gelar kehormatan dalam Bahasa Arab, Syarif berarti bangsawan dan Sayyed berarti tuan. Sebagai keturunan langsung dari Muhammad, mereka dihormati oleh Sunni dan Syi'ah.
Menurut riwayat, Ali bin Abi Thalib memiliki 36 orang anak yang terdiri dari 18 anak laki-laki dan 18 anak perempuan. Sampai saat ini keturunan itu masih tersebar, dan dikenal dengan Alawiyin atau Alawiyah. Sampai saat ini keturunan Ali bin Abi Thalib kerap digelari Sayyid.

Anak laki-laki Anak perempuan
Hasan al-Mujtaba Zainab al-Kubra
Husain asy-Syahid Zainab al-Sughra
Muhammad bin al-Hanafiah Ummu Kaltsum
Abbas al-Akbar (dijuluki Abu Fadl) Ramlah al-Kubra
Abdullah al-Akbar Ramlah al-Sughra
Ja'far al-Akbar Nafisah
Utsman al-Akbar Ruqaiyah al-Sughra
Muhammad al-Ashghar Ruqaiyah al-Kubra
Abdullah al-Ashghar Maimunah
Abdullah (yang dijuluki Abu Ali) Zainab al-Sughra
‘Aun Ummu Hani
Yahya Fathimah al-Sughra
Muhammad al-Ausath Umamah
Utsman al-Ashghar Khadijah al-Sughra
Abbas al-Ashghar Ummu al-Hasan
Ja'far al-Ashghar Ummu Salamah
Umar al-Ashghar Hamamah
Umar al-Akbar Ummu Kiram


Pranala Luar : http://wikipedia.org/

Lihat Juga :



Like dan Bagikan !

Tinggalkan Komentar dan Beri G+1 Jika Artikel Ini Bermanfaat !

Utsman bin Affan

Utsman bin Affan ( عثمان بن عفان, 574 – 656 / 12 Dzulhijjah 35 H; umur 81–82 tahun) adalah sahabat Nabi Muhammad S.A.W yang termasuk Khulafaur Rasyidin yang ke-3. Utsman adalah seorang yang saudagar yang kaya tetapi sangatlah dermawan. Ia juga berjasa dalam hal membukukan Al-Qur'an.

Biografi

Utsman adalah khalifah ketiga yang memerintah dari tahun 644 (umur 69–70 tahun) hingga 656 (selama 11–12 tahun). Selain itu sahabat nabi yang satu ini memiliki sifat yang sangat pemalu.
Utsman bin Affan adalah sahabat nabi dan juga khalifah ketiga dalam Khulafaur Rasyidin. ia dikenal sebagai pedagang kaya raya dan ekonomi yang handal namun sangat dermawan. Banyak bantuan ekonomi yang diberikannya kepada umat Islam di awal dakwah Islam. Ia mendapat julukan Dzun Nurain yang berarti yang memiliki dua cahaya. Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah S.A.W yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum.

Usman bin Affan lahir pada 574 Masehi dari golongan Bani Umayyah. Nama ibunya adalah Arwa binti Kuriz bin Rabiah. ia masuk Islam atas ajakan Abu Bakar dan termasuk golongan As-Sabiqun al-Awwalun (golongan yang pertama-tama masuk Islam). Rasulullah S.A.W sendiri menggambarkan Utsman bin Affan sebagai pribadi yang paling jujur dan rendah hati di antara kaum muslimin. Diriwayatkan oleh Imam Muslim bahwa Aisyah bertanya kepada Rasulullah S.A.W, "Abu Bakar masuk tapi engkau biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus, lalu Umar masuk engkau pun biasa saja dan tidak memberi perhatian khusus. Akan tetapi ketika Utsman masuk engkau terus duduk dan membetulkan pakaian, mengapa?" Rasullullah menjawab, “Apakah aku tidak malu terhadap orang yang malaikat saja malu kepadanya?”

Pada saat seruan hijrah pertama oleh Rasullullah ke Habbasyiah karena meningkatnya tekanan kaum Quraisy terhadap umat Islam, Utsman bersama istri dan kaum muslimin lainnya memenuhi seruan tersebut dan hijrah ke Habasyiah hingga tekanan dari kaum Quraisy reda. Tak lama tinggal di Mekah, Utsman mengikuti Nabi Muhammad S.A.W untuk hijrah ke Madinah. Pada peristiwa Hudaibiyah, Utsman dikirim oleh Rasullah untuk menemui Abu Sofyan di Mekkah. Utsman diperintahkan nabi untuk menegaskan bahwa rombongan dari Madinah hanya akan beribadah di Ka'bah, lalu segera kembali ke Madinah, bukan untuk memerangi penduduk Mekkah.

Pada saat Perang Dzatirriqa dan Perang Ghatfahan berkecamuk, dimana Rasullullah memimpin perang, Utsman dipercaya menjabat walikota Madinah. Saat Perang Tabuk, Utsman mendermakan 950 ekor unta dan 70 ekor kuda, ditambah 1000 dirham sumbangan pribadi untuk perang Tabuk, nilainya sama dengan sepertiga biaya perang tersebut. Utsman bin Affan juga menunjukkan kedermawanannya tatkala membeli mata air yang bernama Rumah dari seorang lelaki suku Ghifar seharga 35.000 dirham. Mata air itu ia wakafkan untuk kepentingan rakyat umum. Pada masa pemerintahan Abu Bakar, Utsman juga pernah memberikan gandum yang diangkut dengan 1000 unta untuk membantu kaum miskin yang menderita di musim kering.

Setelah wafatnya Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua, diadakanlah musyawarah untuk memilih khalifah selanjutnya. Ada enam orang kandidat khalifah yang diusulkan yaitu Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Abdul Rahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidillah. Selanjutnya Abdul Rahman bin Auff, Sa’ad bin Abi Waqas, Zubair bin Awwam, dan Thalhah bin Ubaidillah mengundurkan diri hingga hanya Utsman dan Ali yang tertinggal. Suara masyarakat pada saat itu cenderung memilih Utsman menjadi khalifah ketiga. Maka diangkatlah Utsman yang berumur 70 tahun menjadi khalifah ketiga dan yang tertua, serta yang pertama dipilih dari beberapa calon. Peristiwa ini terjadi pada bulan Muharram 24 H. Utsman menjadi khalifah di saat pemerintah Islam telah betul-betul mapan dan terstruktur.

Ia adalah khalifah kali pertama yang melakukan perluasan Masjid al-Haram Mekkah dan Masjid
Nabawi Madinah karena semakin ramai umat Islam yang menjalankan rukun Islam kelima (haji). Ia mencetuskan ide polisi keamanan bagi rakyatnya; membuat bangunan khusus untuk mahkamah dan mengadili perkara yang sebelumnya dilakukan di masjid; membangun pertanian, menaklukan beberapa daerah kecil yang berada disekitar perbatasan seperti Syiria, Afrika Utara, Persia, Khurasan, Palestina, Siprus, Rodhes, dan juga membentuk angkatan laut yang kuat. Jasanya yang paling besar adalah saat mengeluarkan kebijakan untuk mengumpulkan Al-Quran dalam satu mushaf.
Selama masa jabatannya, Utsman banyak mengganti gubernur wilayah yang tidak cocok atau kurang cakap dan menggantikaannya dengan orang-orang yang lebih kredibel. Namun hal ini banyak membuat sakit hati pejabat yang diturunkan sehingga mereka bersekongkol untuk membunuh khalifah.

Khalifah Utsman kemudian dikepung oleh pemberontak selama 40 hari dimulai dari bulan Ramadhan hingga Dzulhijah. Dia diberi 2 ulimatum oleh pemberontak (Ghafiki dan Sudan), yaitu mengundurkan diri atau dibunuh. Meski Utsman mempunyai kekuatan untuk menyingkirkan pemberontak, namun ia berprinsip untuk tidak menumpahkan darah umat Islam. Utsman akhirnya wafat sebagai syahid pada bulan Dzulhijah 35 H ketika para pemberontak berhasil memasuki rumahnya dan membunuh Utsman saat sedang membaca Al-Quran. Persis seperti apa yang disampaikan Rasullullah S.A.W perihal kematian Utsman yang syahid nantinya, peristiwa pembunuhan usman berawal dari pengepungan rumah Utsman oleh para pemberontak selama 40 hari. Utsman wafat pada hari Jumat 18 Dzulhijjah 35 H. Ia dimakamkan di kuburan Baqi di Madinah.

Pranala Luar : http://wikipedia.org/

Lihat Juga :



Like dan Bagikan !

Tinggalkan Komentar dan Beri G+1 Jika Artikel Ini Bermanfaat !

Minggu, 07 Februari 2016

KHULAFAUR RASYIDDIN

Khulafaur Rasyidin ( الخلفاء الراشدون) atau Khalifah Ar-Rasyidin adalah empat orang khalifah (pemimpin) pertama agama Islam, yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan setelah Nabi Muhammad SAW wafat. Empat orang tersebut adalah para sahabat dekat Nabi Muhammad SAW yang tercatat paling dekat dan paling dikenal dalam membela ajaran yang dibawanya di saat masa kerasulan Muhammad. Keempat khalifah tersebut dipilih bukan berdasarkan keturunannya, melainkan berdasarkan konsensus bersama umat Islam.

Sistem pemilihan terhadap masing-masing khalifah tersebut berbeda-beda, hal tersebut terjadi karena para sahabat menganggap tidak ada rujukan yang jelas yang ditinggalkan oleh Nabi Muhammad SAW tentang bagaimana suksesi kepemimpinan Islam akan berlangsung. Namun penganut paham Syi'ah meyakini bahwa Nabi Muhammad SAW dengan jelas menunjuk Ali bin Abi Thalib, khalifah ke-4 bahwa Muhammad menginginkan keturunannyalah yang akan meneruskan kepemimpinannya atas umat Islam, mereka merujuk kepada salah satu hadits Ghadir Khum.

Secara resmi istilah Khulafaur Rasyidin merujuk pada empat orang khalifah pertama Islam, namun sebagian ulama menganggap bahwa Khulafaur Rasyidin atau khalifah yang memperoleh petunjuk tidak terbatas pada keempat orang tersebut di atas, tetapi dapat mencakup pula para khalifah setelahnya yang kehidupannya benar-benar sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan sunnah. Salah seorang yang oleh kesepakatan banyak ulama dapat diberi gelar khulafaur rasyidin adalah Umar bin Abdul-Aziz, khalifah Bani Umayyah ke-8.

Abu Bakar

Abu Bakar ash-Shiddiq (573 - 634 M, menjadi khalifah 632 - 634 M) lahir dengan nama Abdus Syams, "Abu bakar" adalah gelar yang diberikan masyarakat muslim kepadanya. Nama aslinya adalah !Abdullah bin Abi Kuhafah". Ia mendapat gelar "as-Shiddiq! setelah masuk islam. Nama sebelum muslim adalah "Abdul Ka'bah". Ibunya bernama "Salma Ummul Khair", yaitu anak paman "Abu Quhafah". Abu Bakar adalah khalifah pertama Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad. Ia adalah salah seorang petinggi Mekkah dari suku Quraisy. Setelah memeluk Islam namanya diganti oleh Muhammad menjadi Abu Bakar. Ia digelari Ash- Shiddiq yang berarti yang terpercaya setelah ia menjadi orang pertama yang mengakui peristiwa Isra' Mi'raj.

Ia juga adalah orang yang ditunjuk oleh Muhammmad untuk menemaninya hijrah ke Yatsrib. Ia dicatat sebagai salah satu Sahabat Muhammad yang paling setia dan terdepan melindungi para pemeluk Islam bahkan terhadap sukunya sendiri.

Ketika Muhammad sakit keras, Abu Bakar adalah orang yang ditunjuk olehnya untuk menggantikannya menjadi Imam dalam Salat. Hal ini menurut sebagian besar ulama merupakan petunjuk dari Nabi Muhammad agar Abu Bakar diangkat menjadi penerus kepemimpinan Islam, sedangkan sebagian kecil kaum Muslim saat itu, yang kemudian membentuk aliansi politik Syiah, lebih merujuk kepada Ali bin Abi Thalib karena ia merupakan keluarga nabi. Setelah sekian lama perdebatan akhirnya melalui keputusan bersama umat islam saat itu, Abu Bakar diangkat sebagai pemimpin pertama umat islam setelah wafatnya Muhammad. Abu Bakar memimpin selama dua tahun dari tahun 632 sejak kematian Muhammad hingga tahun 634 M.

Selama dua tahun masa kepemimpinan Abu Bakar, masyarakat Arab di bawah Islam mengalami kemajuan pesat dalam bidang sosial, budaya dan penegakan hukum. Selama masa kepemimpinannya pula, Abu bakar berhasil memperluas daerah kekuasaan islam ke Persia, sebagian Jazirah Arab hingga menaklukkan sebagian daerah kekaisaran Bizantium. Abu Bakar meninggal saat berusia 61 tahun pada tahun 634 M akibat sakit yang dialaminya.

Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun. Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang disebabkan oleh suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah sepeninggal Nabi Muhammad. Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad, dengan sendirinya batal setelah nabi wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar. Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid bin Al-Walid adalah panglima yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.

Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa rasulullah, bersifat sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan hukum yang telah ditetapkan dalam Al-Qur’an dan as-sunnah. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad, Abu Bakar selalu mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah.

Setelah menyelesaikan urusan perang dalam negeri, barulah Abu Bakar mengirim kekuatan ke luar
Arabia. Khalid bin Walid dikirim ke Iraq dan dapat menguasai wilayah al-Hirah pada tahun 634 M. Ke Syria dikirim ekspedisi di bawah pimpinan empat panglima yaitu Abu Ubaidah ibnul Jarrah, Amr ibnul 'Ash, Yazid bin Abi Sufyan dan Syurahbil. Sebelumnya pasukan dipimpin oleh Usamah bin Zaid yang masih berusia 18 tahun. Untuk memperkuat tentara ini, Khalid bin Walid diperintahkan meninggalkan Irak, dan melalui gurun pasir yang jarang dijalani, ia sampai ke Syria.

Umar bin Khattab

Umar bin Khattab (586-590 - 644 M, menjadi khalifah 634 - 644 M) adalah khalifah ke-2 dalam sejarah Islam. pengangkatan umar bukan berdasarkan konsensus tetapi berdasarkan surat wasiat yang ditinggalkan oleh Abu Bakar. Hal ini tidak menimbulkan pertentangan berarti di kalangan umat islam saat itu karena umat Muslim sangat mengenal Umar sebagai orang yang paling dekat dan paling setia membela ajaran Islam. Hanya segelintir kaum, yang kelak menjadi golongan Syi'ah, yang tetap berpendapat bahwa seharusnya Ali yang menjadi khalifah. Umar memerintah selama sepuluh tahun dari tahun 634 hingga 644.

Ketika Abu Bakar sakit dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat, kemudian mengangkat Umar bin Khatthab sebagai penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadinya perselisihan dan perpecahan di kalangan umat Islam. Kebijaksanaan Abu Bakar tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat Umar. Umar menyebut dirinya Khalifah Rasulillah (pengganti dari Rasulullah). Ia juga memperkenalkan istilah Amir al-Mu'minin (petinggi orang-orang yang beriman).

Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk, seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr bin 'Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad bin Abi Waqqash. Iskandariah (Alexandria), ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Moshul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar Radhiallahu ‘anhu, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.

Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia. Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah, Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa departemen yang dipandang perlu didirikan. Pada masanya mulai diatur dan ditertibkan sistem pembayaran gaji dan pajak tanah. Pengadilan didirikan dalam rangka memisahkan lembaga yudikatif dengan lembaga eksekutif. Untuk menjaga keamanan dan ketertiban, jawatan kepolisian dibentuk. Demikian pula jawatan pekerjaan umum. Umar juga mendirikan Bait al-Mal, menempa mata uang, dan membuat tahun hijiah.

Umar memerintah selama sepuluh tahun (13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh seorang budak Persia yang bernama Abu Lulu'ah yang beragama Zoroastrianisme (Majusi). Untuk menentukan penggantinya, Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang di antaranya menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad bin Abi Waqqash, Abdurrahman bin 'Auf. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah, melalui proses yang agak ketat dengan Ali bin Abi Thalib.

Utsman bin Affan

Utsman bin Affan dilahirkan pada tahun 573 M pada sebuah keluarga dari suku Quraisy bani Umayah. Nenek moyangnya bersatu dengan nasab Nabi Muhammad pada generasi ke-5. Sebelum masuk islam ia dipanggil degan sebutan Abu Amr. Ia begelar Dzunnurain, karena menikahi dua putri nabi (menjadi khalifah 644-655 M) adalah khalifah ke-3 dalam sejarah Islam. Umar bin Khattab tidak dapat memutuskan bagaimana cara terbaik menentukan khalifah penggantinya. Segera setelah peristiwa penikaman dirinya oleh Fairuz, seorang majusi persia, Umar bin Khathab mempertimbangkan untuk tidak memilih pengganti sebagaimana dilakukan rasulullah. Namun Umar bin Khathab juga berpikir untuk meninggalkan wasiat seperti dilakukan Abu Bakar. Sebagai jalan keluar, Umar bin Khathab menunjuk enam orang Sahabat sebagai Dewan Formatur yang bertugas memilih Khalifah baru. Keenam Orang itu adalah Abdurrahman bin Auf, Saad bin Abi Waqash, Thalhah bin Ubaidillah, Zubair bin Awwam, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib.

Pada masa pemerintahan Utsman, Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristan berhasil direbut. Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar bin Khathab. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah bin Saba’ Al-Yamani salah seorang yahudi yang berpura-pura masuk islam. Ibnu Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa keislamannya. Akhirnya pada tahun 35 H/1655 M, Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ itu.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan bin Hakam Rahimahullah. Dialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Utsman sendiri. Itu semua akibat fitnah yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’, meskipun Utsman tercatat paling berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid nabi di Madinah.

Ali bin Abi Thalib

Para pemberontak terus mengepung rumah Utsman. Ali memerintahkan ketiga puteranya, Hasan, Husain dan Muhammad bin Ali al-Hanafiyah mengawal Utsman dan mencegah para pemberontak memasuki rumah. Namun kekuatan yang sangat besar dari pemberontak akhirnya berhasil menerobos masuk dan membunuh Khalifah Utsman.

Setelah Utsman wafat, masyarakat beramai-ramai membaiat Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali menon-aktifkan para gubernur yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsmankepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara, dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana pernah diterapkan Umar bin Khathab.

Tidak lama setelah itu, Ali bin Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.

Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, serta Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal dengan nama Perang Shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya golongan ketiga, kaum Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut Abdullah bin Saba’ al-yahudu) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan al-Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.

Setelah Khulafaur Rasyidin

Kedudukan sebagai khalifah kemudian dijabat oleh putra Ali yaitu Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan menginginkan perdamaian dan menghindari pertumpahan darah, maka Hasan menyerahkan jabatan kekhalifahan kepada Muawiyah bin Abu Sufyan. Dan akhirnya penyerahan kekuasaan ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Di sisi lain, penyerahan itu juga menyebabkan Mu'awiyah menjadi penguasa absolut dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah sebagai tahun jama'ah ('am jama'ah)! Dengan demikian berakhirlah masa yang disebut dengan masa Khulafa'ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.
Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai. Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah:
  1. Islam, disamping merupakan ajaran yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, juga agama yang mementingkan soal pembentukan masyarakat.
  2. Dalam dada para sahabat, tertanam keyakinan tebal tentang kewajiban menyerukan ajaran-ajaran Islam (dakwah) ke seluruh penjuru dunia. Semangat dakwah tersebut membentuk satu kesatuan yang padu dalam diri umat Islam.
  3. Bizantium dan Persia, dua kekuatan yang menguasai Timur Tengah pada waktu itu, mulai memasuki masa kemunduran dan kelemahan, baik karena sering terjadi peperangan antara keduanya maupun karena persoalan-persoalan dalam negeri masing-masing.
  4. Pertentangan aliran agama di wilayah Bizantium mengakibatkan hilangnya kemerdekaan beragama bagi rakyat. Rakyat tidak senang karena pihak kerajaan memaksakan aliran yang dianutnya. Mereka juga tidak senang karena pajak yang tinggi untuk biaya peperangan melawan Persia.
  5. Islam datang ke daerah-daerah yang dimasukinya dengan sikap simpatik dan toleran, tidak memaksa rakyat untuk mengubah agamanya untuk masuk Islam.
  6. Bangsa Sami di Syria dan Palestina dan bangsa Hami di Mesir memandang bangsa Arab lebih dekat kepada mereka daripada bangsa Eropa, Bizantium, yang memerintah mereka.
  7. Mesir, Syria dan Irak adalah daerah-daerah yang kaya. Kekayaan itu membantu penguasa Islam untuk membiayai ekspansi ke daerah yang lebih jauh.
Mulai dari masa Abu Bakar sampai kepada Ali dinamakan periode Khilafah Rasyidah. Para khalifahnya disebut al-Khulafa' al-Rasyidun, (khalifah-khalifah yang mendapat petunjuk). Ciri masa ini adalah para khalifah betul-betul menurut teladan nabi. Setelah periode ini, pemerintahan Islam berbentuk kerajaan. Kekuasaan diwariskan secara turun temurun. Selain itu, seorang khalifah pada masa khilafah Rasyidah, tidak pernah bertindak sendiri ketika negara menghadapi kesulitan; Mereka selalu bermusyawarah dengan pembesar-pembesar yang lain. Sedangkan para penguasa sesudahnya sering bertindak otoriter.

Pranala Luar : http://wikipedia.org/

Lihat Juga :


Like dan Bagikan !

Tinggalkan Komentar dan Beri G+1 Jika Artikel Ini Bermanfaat !